Kamis, 02 Mei 2013

PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERAN, SERTA PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

A.    Pengertian Pers           

Dalam kehidupan modern, kebutuhan orang akan komunikasi dan informasi semakin meningkat. Informasi dibutuhkan oleh orang untuk memperluas wawasan dan pengetahuan. Tidak jarang informasi juga menjadi bahan pertimbangan bagi seseorang untuk mengambil suatu keputusan. Dalam hal ini, pers menyediakan berbagai informasi yang berguna bagi masyarakat luas. Tidak hanya itu, pers juga dapat dimanfaatkan untuk membentuk opini publik atau mendesakkan kepentingan publik agar diperhatikan oleh penguasa. 

Dengan semakin berkembangnya dunia informasi, pers sebenarnya semakin dekat dengan kehidupan kita. Lantas, apa sesungguhnya makna pers itu sendiri ? Untuk memahami makna tentang pers, berikut ini akan diberikan beberapa pengertian : 

Secara etimologis, pers berasal dari bahasa Belanda yaitu persen, sedangkan bahasa Inggrisnya adalah press, bahasa Perancis prese yang artinya tekan atau cetak. Untuk lebih memahami makna pers, berikut ini beberapa pengertian tentang pers.

1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) .
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pers berarti :
a.       Usaha percetakan dan penerbitan;
b.       Usaha pengumpulan dan penyiaran berita;
c.       Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio;
d.      Orang yang bekerja dalam penyiaran berita;
e.       Medium penyiaran berita, seerti surat kabar, majalah, radio, elevisi, dan film.

2. Dalam Ensiklopedi Pers Indonesia

Dalam Ensiklopedi Pers Indonesia menyebutkan bahwa istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit/perusahaan/kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Sebutan itu bermula dari cara bekerjanya media cetak yang awalnya menekankan huruf-huruf di atas kertas yang akan dicetak (press). Dengan demikian segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut pers.

3. Dalam Leksikom Komunikasi

Dalam Leksikom Komunikasi disebutkan bahwa pers berarti :
  • Usaha percetakan dan penerbitan
  • Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
  • Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio dan televisi. Sedangkan istilah press berasal dari bahasa Inggris to press artinya menekan, selanjutnya press atau pers diartikan sebagai surat kabar dan majalah (dalam arti sempit) dan pers dalam arti luas yang menyangkut media massa (surat kabar, radio, televisi dan film)
4. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Undang-Undang tentang Pers menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

5. L.Taufik, dalam bukunya “Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia”, menyatakan bahwa pengertian pers terbagi dua, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas.
  • Pers dalam arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan buletin-buletin kantor berita. Jadi, pers terbatas pada media tercetak. 
  • Pers dalam arti luas mencakup semua media massa, termasuk radio, televisi, film dan internet
6. Profesor Oemar Seno Adji, Pers dalam arti sempit mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata tertulis. Dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran, dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa istilah pers memiliki dua arti, yaitu arti luas dan sempit. Dalam arti luas, Pers menunjuk pada lembaga sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dalam arti sempit, pers merujuk pada wahana/media komunikasi massa. Media komunikasi massa tersebut merupakan produk kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pers ataupun lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pers.

Wahana komunikasi massa dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu :
  1. Media massa elektronik, yaitu media massa yang menyajikan informasi dengan cara mengirimkan informasi melalui peralatan elektronik. Contoh : radio, televisi, internet. 
  2. Media massa cetak, yaitu segala bentuk media massa yang menyajikan informasi dengan cara mencetak informasi tersebut di atas kertas. Contoh : Koran, tabloid, majalah.
Untuk Materi Lengkap Silahkan Klik Disini

PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS INDONESIA

 A.    Pers yang Bebas serta Bertanggung Jawab

1.  Landasan Hukum Pers Indonesia

     a.  Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang”.
           b.  Pasal 28 F UUD 1945
      Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     c.  Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
       Lebih rincinya lagi terdapat pada Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 dan 21 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20 : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
Pasal 21 : “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 dan 2 tentang Hak Asasi Manusia     
(1) “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
(2) “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.
     e.  Undang-undang No. 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat 1 tentang pers   
Pasal 2 berbunyi, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum”.
Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.

      2.  Norma-Norma Pers Nasional            
Pers sebagai salah satu unsur mass media yang hadir di tengah- tengah masyarakat demi kepentingan umum, harus sanggup hidup bersama-sama dan berdampingan dengan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dalam suatu suasana keserasian/sosiologis. Dalam hal ini, corak hubungan antara satu dengan yang lainnya tidak akan luput dari pengaruh falsafah yang dianut oleh masyarakat dan bangsa kita, yakni Pancasila dan struktur sosial dan politik yang berlaku di sini.
Dalam melaksanakan fungsinya sehari-hari, partisipasi pers dalam pembangunan melibatkan lembaga-lembaga masyarakat lainnya yang lingkup hubungannya, dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
            1)   Hubungan antara pers dan pemerintah
            2)   Hubungan antara pers dan masyarakat / golongan-golongan dalam masyarakat.              

Hubungan antara pers dan pemerintah terjalin dalam bentuk yang dijiwai oleh semangat persekawanan (partnership) dalam mengusahakan terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dalam alam pembangunan, stabilitas politik, ekonomi dan sosial merupakan prasyarat untuk suksesnya usaha-usaha pembangunan yang sedang diselenggarakan. Dalam hal ini hendaknya pers merasa “terpanggil” untuk membantu pemerintah dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan umum demi kemantapan stabilitas yang dinamis, tanpa mengurangi hak-haknya memberikan kritik yang sehat dan konstruktif dalam alam kebebasan yang bertanggung jawab.

Dalam negara yang sedang membangun, pers sebagai lembaga masyarakat secara implisif perlu juga dibangun. Dalam hal ini, pemerintah sejauh kemampuannya merasa “terpanggil” untuk membantu usaha-usaha pers untuk membangun dirinya sendiri, agar dalam waktu secepat mungkin pers sendiri mampu mengembangkan dirinya atas dasar kekuatan sendiri.

Jika terjadi perbedaan atau konflik pendapat antara pemerintah dan pers dalam menjalankan fungsinya masing-masing, maka yang dijadikan dasar penyelesaian adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, namun tetap dengan berlandaskan pada itikad baik untuk menjamin atau menegakkan asas kebebasan pers yang bertanggung jawab. Hubungan antara pers dan masyarakat dijiwai semangat dan itikad baik untuk saling membina demi kemajuan masing- masing.

Dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan umum, kontrol sosial dan hiburan pers menjadi wahana bagi pembinaan pendapat umum yang sehat. Di satu pihak, pers ikut menajamkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat terhadap langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Di lain pihak, dengan meningkatkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat tersebut yang akan tercermin dalam peningkatan secara kualitatif dankuantitatif pendapat umum yang disuarakan, pers dapat menjadi wahana untuk menyampaikan pendapat umum tersebut sebagai “denyut jantung” rakyat kepada pemerintah untuk dipakai sebagai bahan pengkajian bagi tepat tidaknya langkah-langkah kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian pers membantu masyarakat meningkatkan partisipasinya dalam melaksanakan tugas-tugas nasional melalui komunikasi dua arahnya.

Dalam alam dan suasana membangun di mana pers sendiri masih memerlukan pembangunan diri di segala bidang, masyarakat perlu membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan terhadap segala kekurangan yang terdapat di dalam pers atau secara positifnya, bantuan masyarakat ini diwujudkan dalam tetap menumpahkan kepercayaan masyarakat terhadap pers nasional sebagai salah satu sumber informasinya yang pokok. Dengan jalan demikian perbedaan atau konflik pendapat di dalam tubuh pers atau lingkungan pers sendiri, atau antara pers dengan masyarakat cq. golongan dalam masyarakat, dicarikan penyelesaiannya atas dasar hukum yang berlaku, namun tetap berlandaskan pada itikad baik dari suatu pers yang bertanggung jawab dalam alam hidup Pancasila.

      3. Organisasi Pers                        

Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers (ps. 1: 5). Organisasi-organisasi tersebut mempunyai latar belakang sejarah, alur perjuangan dan penentuan tata krama professional berupa kode etik masing-masing. PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang lahir di Surakarta, dalam kongresnya yang berlangsung tanggal 8-9 Februari 1946 dan SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) yang lahir di serambi Kepatihan Yogyakarta pada hari Sabtu tanggal 8 Juni 1946, merupakan komponen penting dalam pembinaan pers Indonesia. Ketika itu di Indonesia sedang berkobar revolusi fisik melawan kolonialisme Belanda yang mencoba menjajah kembali negeri kita. 

Dari organisasi inilah adanya komponen sistem pers nasional, yang di dalamnya terdapat Dewan Pers sebagai lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di Indonesia dan memegang peranan utama dalam membangun institusi bagi pertumbuhan dan perkembangan pers. Dewan pers yang independent, dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional (UU No. 40/1999 ps. 15: 1). 

Dan Dewan pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
  1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
  2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers;
  3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
  4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
  5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah;
  6.  Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
  7. Mendata perusahaan pers (ps. 15: 2).
          Anggota Dewan Pers terdiri dari:
  1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
  2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
  3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh  organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan wakil ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota;
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 pasal 15 ditetapkan dengan keputusan presiden;
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya
       4.  Sistem Pers Indonesia
              Sistem pers merupakan subsistem dari sistem komunikasi, sedangkan sistem komunikasi itu sendiri merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan (sistem sosial). Sistem komunikasi adalah sebuah pola tetap tentang hubungan manusia yang berkaitan dengan proses pertukaran lambang-lambang yang berarti untuk mencapai saling pengertian dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang harmonis.

Ciri khas sistem pers adalah sebagai berikut :
  • integrasi (integaration )
  • keteraturan (regularity )
  • keutuhan (wholeness )
  • organisasi (organization )
  • koherensi (coherence )
  • keterhubungan (connectedness ) dan
  • ketergantungan (interdependence ) dari bagian-bagiannya.
Inti permasalahan dalam sistem kebebasan pers adalah sistem kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of expression ) di negara-negara barat atau sistem kemerdekaan untuk “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945. 

Faham dasar sistem pers Indonesia tercermin dalam konsideran Undang-undang Pers, yang menegaskan bahwa “Pers Indonesia (nasional) sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun”. 

Dengan demikian, sistem pers Indonesia tidak lain adalah sistem pers yang berlaku di Indonesia. Kata “Indonesia” adalah pemberi, sifat, warna, dan kekhasan pada sistem pers tersebut. Dalam kenyataan, dapat dijumpai perbedaan-perbedaan essensial sistem pers Indonesia dari periode yang satu ke periode yang lain, misalnya Sistem Pers Demokrasi Liberal, Sistem Pers Demokrasi Terpimpin, Sistem Pers Demokrasi Pancasila, dan Sistem Pers di era reformasi, sedangkan falsafah negaranya tidak berubah

B.     Kode etik Jurnalistik                        

Kode Etik adalah suatu pedoman tingkah laku yang hanya berlaku bagi sekelompok orang yang menjalankan profesi tertentu. Menurut pasal 7 ayat 2 UU No 40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Kode Etik Jurnalistik” diartikan sebagai aturan tata susila kewartawanan; norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku dan tata krama penerbitan.

Adapun ciri-ciri dari kode etik adalah sebagai berikut :
  1. Kode etik memiliki sanksi yang bersifat moral bagi anggotanya, bukan sanksi pidana.
  2. Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada anggota organisasi atau kelompok tersebut.
  3. Kode etik dibuat dan disusun oleh lembaga/kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dibentuk pada tanggal 6 Agustus 1999 disepakati dan ditandatangani oleh wakil dari 26 organisasi wartawan. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) merupakan kode etik yang disepakati semua organisasi wartawan cetak dan elektronik termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI).

C.    Kode Praktik Jurnalistik
Di luar kode Etik Jurnalistik yang telah disusun masing-masing organisasi wartawan, Dewan Pers menyusun Kode Praktik media sebagai upaya penegakkan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri. Kode etik yang disusun ini juga berfungsi menjamin berlakunya etika dan standar jurnalis professional serta media yang bertanggungjawab. Jika semua media patuh pada kode etik yang telah berlaku dan disepakati diharapkan bisa menerapkan regulasi sendiri dan lepas dari ketentuan undang-undang atau peraturan khusus. Dewan Pers memandang perlu disusun kode praktik yang berlaku bagi media untuk mempraktikkan standarisasi kerja jurnalistik, yang meliputi sebagai berikut .

1.       Akurasi
  • Dalam menyebarkan informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok,
  • Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan Ketentuan ini juga berlaku untuk foto dan gambar,
  •  Jika diketahui informasi yang dimuat/ disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan, koreksi harus segera dilakukan, jika perlu disertai permohonan maaf,
  • Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta,
  • Pers menyiarkan secara seimbang dan akurat hal-hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan dua pihak,
  •  Pers kritis terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati-hati.
2.       Privasi
  • Setiap orang berhak dihormati privasinya, keluarga, rumah tangga, kesehatan, dan kerahasiaan surat-suratnya. Menerbitkan hal-hal di atas tanpa izin dianggap gangguan atas privasi seseorang.
  • Penggunaan kamera lensa panjang untuk memotret seseorang di wilayah privasi tanpa seizin yang bersangkuta tidak dibenarkan,
  • Wartawan tidak menelepon, bertanya, memaksa, atau memotret seseorang setelah diminta untuk menghentikan upaya itu,
  • Wartawan tidak boleh bertahan di kediaman nara sumber yang telah meminta meninggalkan tempat, termasuk tidak membuntuti nara sumber itu,
  • Wartawan dan fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar melalui intimidasi, pelecehan atau pemaksaan,
  • Pers wajib berhati-hati, menahan diri menerbitkan, menyiarkan informasi yang bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik,
  • Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan tersebut, tidak menerbitkan bahan dari sumber-sumber yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
3.       Pornografi
Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan. Media pornografi tidak termasuk kategori pers. Meski demikian adakalanya pers menyiarkan informasi, gambar yang dinilai menyinggung rasa kesopanan individu atau kelompok tertentu. Dalam penilaian pornografi harus disesuaikan dengan perkembanagan zaman dan keragaman masyarakat.

4.       Diskriminasi
  • Pers menghindari prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan ras,  warna kulit, agama, jenis kelamin, atau kecenderungan seksual, terhadap kelemahan fisik dan mental, atau penyandang cacat,
  • Pers menghindari penulisan yang mendetail tentang ras seseorang, warna kulit, agama, kecenderungan seksual, dan terhadap kelemahan fisik dan mental atau penyandang cacat, kecuali hal itu secara langsung berkaitan dengan isi berita.
5.       Liputan Kriminalitas
  • Pers menghindari identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka melakukan kejahatan tanpa seizin mereka
  • Pertimbangan khusus harus diperhatikan untuk kasus anak-anak yang menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan,
  • Pers tidak boleh mengidentifikasi anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan seksual, baik sebagai korban maupun saksi,


6.       Cara-cara yang tidak dibenarkan
  • Jurnalis tidak memperoleh atau mencari informasi atau gambar melalui cara-cara yang tidak dibenarkan atau menggunakan dalih-dalih,
  •  Dokumen atau foto hanya boleh diambil tanpa seijin pemiliknya,
  • Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik dan hanya ketika bahan berita tidak bisa diperoleh dengan cara-cara yang wajar.


7.       Sumber rahasia
Pers memiliki kewajiban moral untuk melindungi sumber-sumber rahasia atau konfidensial.

8.       Hak jawab dan bantahan
a.       Hak jawab atas berita yang tidak akurat harus dihormati,
b.       Kesalahan dan ketidakakuratan wajib segera dikoreksi,
c.       Koresi dan sanggahan wajib diterbitkan segera.


D.    Hak Tolak dan Hak Jawab

Dalam UU No. 40 tahun 1999, pasal 1 ayat 11 disebutkan, hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta, yang merugikan nama baiknya.
     
Dalam beberapa Kode etik Jurnalistik, tercantum bahwa Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional pada sumber dan atau obyek berita. Isi jawaban harus terkait pokok persoalan dan disampaikan secara to the point. 

Tujuan hak jawab dalam tradisi hukum Anglo Saxon adalah untuk mempersingkat penyelesaian perkara pers yang terkait abuse of press freedom. 

UU No. 40 tahun 1999 pasal 1 ayat 10 menyebutkan, hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nara sumber dan atau identitas sumber berita yang harus dirahasiakan. Pertimbangan etis tertentu membuat wartawan harus menolak memberi keterangan dalam proses peradilan dan hakim harus menghormati keberatan itu. Pembukaan antara reporter dengan nara sumber yang telah disepakati sebelumnya dapat dianggap tindak pidana menurut pasal 322 KUHP. Dalam praktik penulisan berita pelaksanaan hak tolak ini dapat diwujudkan. Misalnya melalui kata-kata : kriteria “rahasia” harus diperjelas, yaitu : “Bila ia buka kepada publik akan mengganggu ketertiban umum dan keselamatan negara “. 

Ada dua model penyelesaian kasus pelanggaran kode etik, baik menurut UU Pers maupun aturan main yang disepakati dan dirumuskan oleh Dewan Pers bersama DPR dan berbagai kelompok masyarakat terkait. Kedua model itu adalah :
1.      Penyelesaian secara prosedural
2.      Penyelesaian secara mandiri

Dalam sidang tanggal 6 Juni 2006, Komisi I DPR sependapat dengan saran dewan Pers agar penyelesaian konflik media dengan publik ditempuh tiga jalur, yaitu :
  1.  melalui pemuatan hak jawab narasumber oleh pers,
  2. jika masih belum puas, narasumber dapat mengadu /meminta bantuan kepada Dewan Pers, sesuai pasal 15 ayat 2 UU Pers No. 40 tahun 1999,
  3. jika salah satu pihak tetap merasa tidak puas dengan Rekomendasi Dewan Pers, ia dapat menempuh jalur hukum ke pengadilan.


E.     Cara Menulis Berita Aktual
  1. Ciri-ciri Berita
a.       Kejadian fakta (Fact)
Berita yang disajikan merupakan informasi yang benar-benar terjadi, bukan rekayasa, bukan khayalan/kabar burung saja,
b.       Kejadian yang baru terjadi ( Time)
Berita yang disampaikan merupakan peristiwa yang dapat dihangatkan kembali dengan menambah ulasan atau wawancara terbaru,
c.       Kejadian luar biasa ( Amazing )
Sesuatu yang mengherankan, tidak diharapkan atau ganjil sifatnya dan secara logika tidak dapat diterima tetapi betul-betul ada dan terjadi,
d.      Peristiwa penting dan terkenal (Important )
Kejadian yang melibatkan orang / pejabat penting, dikenal secara luas dan menjadi pujaan (public figure)
e.       Skandal / persengketaan ( Conflict )
KKN, pembunuhan, penyelendupan atau persengketaan antar pejabat atau antar golongan masyarakat,
f.        Kejadian di lingkungan sendiri ( Nearness)
Perebutan warisan, atau perkelahian antarpelajar
g.       Kejadian sesuai minat konsumen berita ( human interest )
Artinya, suatu kejadian akan menarik perhatian apabila menyangkut konsumen berita.

  1. Sumber/ Tempat mencari Berita
a.       Kantor Polisi,
b.       Kantor Pemerintahan
c.       Rumah sakit
d.      Kantor pengadilan,
e.       Tokoh Masyarakat,
f.        Olahragawan atau artis,
g.       Sekolah,
h.       Sumber berita lain yang sedang diminati pembaca.

  1. Menyusun atau menulis berita    
Syarat menulis berita yaitu berdasarkan fakta, objektif, berimbang, lengkap, akurat, dan jelas. Dalam penulisan berita dibutuhkan standar rumus penulisan yaitu sebagai berikut :
5 w + 1 H
  • Where: unsur tempat. Dimana peristiwa terjadi ? Berita harus menjelaskan tempat kejadian.
  • When  :  Unsur waktu. Peristiwa yang ditulis dalam suatu berita harus menyebutkan waktu.
  • Who    :  Siapa yang terlibat ? Unsur manusia selalu berperan dalam setiap peristiwa atau berita. Jadi harus jelas nama pelaku dalam berita.
  • Why    : Mengapa peristiwa itu terjadi ? Harus disebutkan latar belakang-nya, sebab atau akibatnya.
  • What   : Unsur peristiwa itu sendiri. Peristiwa apa yang akan dijadikan berita oleh si penulis / wartawan.
  • How    : Bagaimana proses kejadiannya ? Yaitu membutuhkan uraian yang lengkap dan jelas.

  1. Teknik Mencari Berita
Berita adalah informasi yang ditulis oleh wartawan atau reporter dan dimuat melalui media cetak maupun elektronik. Metode atau cara mencari berita antara lain ;
a.       Sistem Beat
Sumber berita didatangi secara terus menerus dan teratur sehingga berita dapat terkumpul teratur.
b.       Sistem Meneruskan (Follow Up )
Berita tersebut merupakan rangkaian, kalaupun belum lengkap tetapi pada saat yang akan datang sudah ditunggu-tunggu oleh pembaca.
c.       Sistem penugasan ( Assigment )
Wartawan diberi tugas oleh instansi / seseorang / pimpinan untuk mencari sumber berita yang ada ditempat jauh.
d.      Sistem wawancara ( Interview )
Wartawan melakukan wawancara sehingga berita menjadi jelas.
e.       Sistem menulis sendiri ( Inventing )
 Berdasarkan fakta dan data yang ada, wartawan menulis sendiri berita yang diterbitkan dan menanggung resiko apa yang dituliskannya. Untuk itu, sistem ini diperlukan feeling atau naluri yang tinggi, keberanian untuk menghadapi aparat hukum, bertanggungjawab dan harus dapat mengontrol keadaan.

MENGEVALUASI KEBEBASAN PERS DAN DAMPAK PENYALAHGUNAAN MEDIA MASSA DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS DI INDONESIA

A.  Kebebasan Pers Indonesia
Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, baik secara tulisan maupun lisan, melalui media pers, seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan pers dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, bukan untuk merusakkannya. Kebebasan harus disertai tanggung jawab, sebab kekuasaan yang besar dan bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat semena-mena. Demikian juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang disebarkan dapat menguntungkan masyarakat luas atau memberi dampak positif pada masyarakat dan bangsa. Inilah segi tanggung jawab dari pers. Jadi, pers diberi kebebasan dengan disertai tanggung jawab sosial. 
Selanjutnya, Komisi Kemerdekaan Pers menggariskan lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat modern terhadap pers, yang merupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers, yaitu sebagai berikut :
  1. Pers dituntut untuk menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur, mendalam dan cerdas. Ini merupakan tuntutan kepada pers untuk menulis secara akurat dan tidak berbohong.
  2. Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik, yang berarti pers diminta untuk menjadi wadah diskusi di kalangan masyarakat, walaupun berbeda pendapat dengan pengelola pers itu sendiri.
  3. Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representative kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hal ini mengacu pada segelintir kelompok minoritas dalam masyarakat yang juga memiliki hak yang sama dalam masyarakat untuk didengarkan.
  4. Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai dalam masyarakat.
  5. Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-hari. Ini berkaitan dengan kebebasan informasi yang diminta masyarakat.
Adapun landasan hukum kebebasan pers Indonesia termaktub dalam :
  1. Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
  2. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
  3. Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

B.   Pers, Masyarakat dan Pemerintah

              Hal terpenting yang harus diperhatikan berkaitan antara pers, masyarakat dan pemerintah adalah sebagai berikut :
  1. Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkinuntuk tercapainya tujuan pembangunan, yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Interaksi positif antara ketiga komponen tidak bisa lain berlangsung dalam perangkat dan pranata Pancasila, norma dan etika dasar bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Republik Indonesia. Karena itu, sebelum menjabarkan lebih lanjut, bagaimana interaksi positif antara ketiga komponen itu bisa dikembangkan secara maksimal, perlu lebih dulu dipahami hakekat Pancasila bagi kehidupan nasional Indonesia.
  2. Negara-negara demokrasi Liberal Barat mendasarkan kehidupan dan dinamiknya pada individu dan kompetisi secaraantagonis, sedangkan negara-negara komunis berdasarkan kepada pertentangan kelasya ng bersifat dialektis materiil. Adapunnegara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan, baik antara individu dan masyarakat maupun antara berbagai kelompok sosialnya. Dinamika dikembangkan bukan dari pertarungan menurut paham “singa gede menang kerahe” (singa besar pasti menang bertarung), melainkan atas paham hidup menghidupi, simbiosis mutualis. Pola dasar dan sistem nilai yang demikian itu juga menjadi dasar dan semangat dari hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat. Hubungan itu tidak disemangati oleh sikapapriori atau saling curiga, apalagi saling memusuhi. Hubungan itu adalah hubungan perkerabatan yang fungsional.
  3. Antara pemerintah, pers dan masyarakat, harus dikembangkan hubungan fungsional sedemikian rupa, sehingga semakin menunjang tujuan bersama yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dimungkinkan adanya perbedaan pendapat dalam proses hubungan tersebut. Namun perbedaan pendapat tidak harus ditafsirkan sebagai konflik melainkan sebagai proses kreatif dan dinamis dalam usaha mencapai harmoni dan keseimbangan yang setiap kali semakin maju, kuantitatif dan kualitatif.
  4. Hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat, sesungguhnya merupakan pengejawa-ntahan dari nilai-nilai Pancasila. Itulah sebabnya, salah satu pendekatan kultural terhadap segala persoalan, lebih cocok dengan identitas Indonesia, lagipula pendekatan kultural ini telah dibuktikan kharisma dan daya mampunya dalam periode perjuangan kemerdekaan nasional, sehingga mampu membangkitkan semangat patriotisme, pengorbanan tanpa pamrih dan dedikasi total terhadap kepentingan rakyat banyak. Pendekatan kultural juga dapat memperlancar proses kembar, yaitu kontinuitas dan perubahan yang menjadi ciri-ciri kehidupan setiap bangsa, apalagi bangsa yang sedang membangun. Pembangunan berarti perubahan yang terarah seca bertahap tapi konsisten. Sedangkan perubahan itu agar kokoh, harus berakar dan akar itu adalah kontinuitas. Kontinuitas dari nilai kebudayaan bangsa yang paling mulia, termasuk di antaranya warisan nilai-nilai empat puluh lima.
  5. Baik untuk menjamin tercapainya sasaran maupun karena sesuai dengan asas demokrasi Pancasila, maka dalam hubungan fungsional antara pemerintah, pers dan masyarakat, perludikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka. Tetapi kontrol sosial itu pun substansi dan caranya tidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan, kekerabatan dan hidup menghidupi.
  6. Pembangunan masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi, reformasi dan revolusi. Jika kita menempatkan pembangunan nasional Indonesia ke dalam salah satu dari ketiga kategori itu, maka yang paling tepat ialah pada pola reformasi. Pembangunan dalam pola reformasi berarti perobahan terarah yang fundamental sesuai dengan konsep masyarakat Pancasila, namun dilaksanakan secara bertahap dan menurut asas prioritas.
  7. Seluruh bidang kehidupan masyarakat hendak dibangun, tetapi pelaksanaannya bertahap dan selektif, semakin hari semakin maju dan menyeluruh sehingga akhirnya seluruh bidang kehidupan masyarakat bangsa dan negara dijamahnya, ditransformir menjadi masyarakat Pancasila. Pendekatan bertahap, berprioritas, berencana merupakan pendekatan yang tepat, mengingat serta keterbatasan yang ada pada kita, tetapi seluruh prosesnya perlu dipercepat (diakselarasi), karena sebagai bangsa dihadapkan dengan faktor waktu yang semakin mengejar. Pemerintah, pers dan masyarakat harus mampu membangun diririnya sendiri agar menjadi lembaga yang lebih baik dan lebih ampuh untuk melaksanakan pembangunan.
  8. Adanya kekurangan merupakan gejala umum yang harus kita terima bersama. Bukan agar kita menyerah dan menjadi dalih dari berbagai kemungkinan penyalahgunaan, melainkan agar kita mampu melihat segala sesuatunya dengan proporsi yang tepat dan konstruktif. Agar dalam melakukan koreksi, kita tidak menimbulkan apatisme dan antipati melainkan justru menggairahkan usaha-usaha perbaikan dan pembangunan itu sendiri. Di samping menunjukkan kekurangan-kekurangan, pers harus bisa juga menunjukkkan hal-hal positif. Berlaku kembali di sini asas keselarasan dan keseimbanganyang merupakan tipe ideal masyarakat kita, sekali pun merupakan nilai dalam proses pendekatan. Interaksi berarti proses pengaruh- mempengaruhi sebagai dasar dari konsensus bersama yang merupakan hasil komunikasi dua arah timbal balik.
  9. Hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat merupakan hubungan kekerabatan dan fungsional yang terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog. Di samping mekanisme dialog, juga perlu dikembangkan mekanisme lain, yaitu diselenggarakan seminar sebagai kegiatan rutin yang kreatif dalam usaha mengembangkan konsepsi, nilai-nilai dan mekanisme. Dalam usaha memelihara kontinuitas yang kreatif, juga dipandang bermanfaat untuk menerbitkan buku-buku dalam bidang pers, sehingga menjadi bahan bacaan bagi para wartawan, pejabat pemerintah maupun perguruan tinggi. Perlu diketahui bahwa kini telah diterbitkan tiga buku hasil panitia Dewan Pers, yaitu “Sejarah Pers Indonesia, Pornografi dan Pers Indonesia dan Naskah Pengetahuan Dasar bagi Wartawan Indonesia”.
  10. Dalam hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat,otonomi masing-masing lembaga sesuai dengan asas Demokrasi Pancasila, dihormati dan perlu dikembangkan. Salah satu karya otonomi ialah apa yang dengan baik bisa dilakukan sendiri oleh lembaga masyarakat, tidak perlu pemerintah mencampurinya. Dalam konteks ini, misalnya perlu dikembangkan adanya mekanisme efektif oleh masyarakat pers sendiri untuk mengatur perilaku kehidupannya. Pelaksanaan kode etik dan sanksi atas pelanggaran, misalnya perlu ditingkatkan. Disarankan agar dipelajari kemungkinan dibentuknya suatu Dewan Kehormatan, yang terdiri dari tiga pihak; pers, masyarakat, pemerintah. Dewan kehormatan yang demikian itu agar dibentuk di pusat maupun di daerah sesuai dengan kebutuhannya.
  11. Jadi, bila dibahas lebih spesifik lagi, pers memang “lahir” di tengah-tengah masyarakat, sehingga pers dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pers “lahir” untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh informasi yang aktual dengan terus-menerus mengenai peristiwa- peristiwa besar maupun kecil. Pers sebagai lembaga kemasyarakatan tidak dapat hidup sendiri, akan tetapi pers dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga kemasyarakatan yang lain.
  12.     Menurut Wilbur Schramm, pers bagi masyarakat adalah “Watcher, forum and teacher” (pengamat, forum dan guru). Maksud pernyataan di atas adalah, bahwa setiap hari pers memberikan laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian dalam dan luar negeri, menyediakan tempat (forum) bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat secara tertulis dan turut mewariskan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke generasi.

C. Dampak penyalahgunaan kebebasan media Massa

Kebebasan yang telah dibuka oleh pemerintah bagi insan pers memberi peluang kepadanya untuk memperoleh informasi seluas-luasnya secara tepat dan cepat. Tetapi di balik itu ada oknum yang menyalahgunakan kebebasan pers, antara lain :

  1. Digunakan sebagai alat poitik bagi oknum tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, berarti pers tidak lagi lagi mampu menjadi alat kontrol yang baik,
  2. Melalui opini / pendapat yang bersumber dari SMS, orang dapat menyampaikan pendapatnya secara lugas, dimana dapat merugikan pihak-pihak tertentu,
  3. Media elektronik / TV, sering menayangkan acara yang jauh dari nilai-nilai pendidikan, bahkan bertabrakan dengan norma-norma masyarakat,
  4. Pejabat atau orang kaya yang diduga melakukan KKN, memperalat media massa untuk tidak mengekspos / memberitakan dengan imbalan tertentu.
Dampak negatif dari penyalahgunaan kebebasan media massa dapat dibedakan secara intern dan ekstern, yaitu :

1. Secara intern
a.    Pers tidak obyektif, menyampaikan berita bohong, lambat atau cepat akan ditinggal pembacanya,
b.   Ketidaksiapan masyarakat untuk menggunakan hak jawab akan menimbulkan kejengkelan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, akan melakukakan tindakan yang anarkhis dengan merusak kantor, bahkan tindakan fisik terhadap wartawan yang memberitakan.
2.       Secara ekstern
a.       Mempercepat kerusakan akhlak dan moral bangsa,
b.       Menimbulkan ketegangan dalam masyarakat,
c.       Menimbulkan sikap antipati dan kejengkelan terhadap pers,
d.      Menimbulkan sikap saling curiga dan perpecahan dalam masyarakat,
e.   Mempersulit diadakannya islah / merukunkan kembali kelompok masyarakat yang sedang konflik.

Dalam kaintannya dengan kebebasan Pers, perlu disimak apa yang dikemukakan oleh jurnalis dan ahli sejarah Amerika serikat Paul Johnson. Ia mensinyalir adanya praktik menyimpang dalam kebebasan pers yang disebut “Tujuh Dosa Yang mematikan “(Seven Deadly Sins), yaitu :

1.       Distorsi Informasi
Lazim dilakukan dengan menambah atau mengurangi informasi, baik yang menyangkut opini maupun ilustrasi faktual yang tidak sesuai dengan sumber aslinya. Akibatnya makna menjadi berubah.
2.       Dramatisasi Fakta Palsu
Dipraktekkan denngan memberikan ilustrasi verbal, auditif atau visual yang berlebihan tentang suatu obyek. Dalam media cetak cara ini dapat dilakukan secara naratif (dalam bentuk kata-kata) atau melalui penyajian foto/gambar tertentu dengan tujuan membangun suatu citra negatif dan stereotip.
3.       Menganggu “Privacy”
Dilakukan peliputan kehidupan kalangan selebritis dan kaum elite, terutama yang diduga terlibat dalam suatu skandal. Cara yang dilakukan antara lain melalui penyadapan telepon, penggunaan kamera dengan telelens, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, memaksa atau menjebak.
4.       Pembunuhan Karakter
Praktik ini  umumnya dialami secara individu, kelompok atau organisasi / perusahaan, yang diduga terlibat dalam perbuatan kejahatan. Biasanya dilakukan dengan mengekspolitasi, menggambarkan dan menonjolkan sisi “buruk” mereka saja. Padahal sebenarnya mereka memiliki segi baiknya.
5.       Eksploitasi Seks
Praktik eksploitasi seks tidak hanya menjadi monopoli dunia periklanan. Praktek tersebut juga dilakukan dalam pemberitaan dengan cara menempatkan di halaman depan surat kabar, tulisan yang bermuatan seks.
6.       Meracuni Benak / Pikiran Anak
Praktik ini dilakukan dengan cara menempatklan figur anak-anak. Akhir-akhir ini, praktik serupa semakin meningkat denngan penonjolan figur anak-anak sebagai sasaran atau pelaku dalam memasarkan berbagai macam produk.
7.       Penyalahgunaan Kekuasaan
Penyalahgunaan kekuasaan tidak saja dapat terjadi di lingkungan pejabat pemerintahan, tetapi juga di kalangan pemegang kontrol kebijakan editorial / pemberitaan media massa.

Ketujuh “Dosa jurnalistik itu menurut ahli komunikasi  dari Universitas Indonesia, Sasa Djuarsa Senjaya, terjadi juga di Indonesia, terutama dilakukan media massa yang baru terbit. Beliau menyebutnya sebagai “Praktik Jurnalistik yang Menyimpang”, yaitu :
1.       Eksploitasi Judul
Judul tidak sesuai dengan isi beritanya. Biasanya judul tersebut bernada agitatif, emosional, dan tidak jarang “seronok”. Tujuannya untuk  menarik perhatian pembaca dan untuk meningkatkan sirkulasi.
2.       Sumber Berita “Konon Kabarnya”
Tidak jarang pula sumber berita “konon kabarnya” atau ‘menurut sumber berita yang tidak mau disebut namanya” dipraktikkan. Padahal salah satu implikasi dari prinsip obyektifitas adalah adanya kejelasan identitas dari berbagai sumber berita yang dirujuk.
3.       Dominasi Opini Elite dan Kelompok Mayoritas
Pada umumnya media massa di Indonesia masih cenderung mengutamakan pemuatan opini, pendapat atau pernyataan kalangan elite dan mayoritas saja, misalnya para pakar, tokoh politik, kalangan selebritis, pejabat pemerintah, tokoh agama atau pengusaha.Aspirasi masyyarakat bawah atau minorotas kurang mendapatkan perhatian.
4.       Penyajian Informasi yang Tidak Investigatif
Penyajian informasi kurang bersifat investigatif, hanya menjual issue, tetapi kurang melengkapinya dengan pemberian makna dan interpretasi yang obyektif, komprehensif, dan mendalam.

Dampak positif kebebasan pers/ beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya kebebasan pers yaitu:
  1.   Pers menjadi penyalur aspirasi rakyat;
  2.   Pers bebas mencari/mendapatkan kebenaran, sehingga dapat mewujudkan keadilan;
  3.   Pers menjadi kontrol sosial yang bebas memberikan kritik, saran dan pengawasan;
  4.   Pers menjadi penyebar informasi yang dapat memenuhi hak masyarakat;
  5.   Pers menjadi wahana komunikasi massa;
  6.   Pers menjadi penghubung antar sesama manusia;
  7.   Pers menjadi pendidik karena bebas menyebarkan IPTEK;
  8.   Pers menjadi pemberi hiburan kepada masyarakat.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dampak kebebasan pers dapat ditinjau dari berbagai kepentingan, antara lain :
1.       Bagi Kepentingan Pribadi
Jasa Pers dapat meningkatkan citra positif seseorang. Sebaliknya karena pers, reputasi seseorang hancur. Padahal kenyataan dapat sebaliknya. Jadi, nama baik seseorang dapat dirugikan apabila terjadi penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi.
2.       Bagi Kepentingan masyarakat
Dengan bantuan media massa, fakta dapat dikamuflase dengan tulisan lain yang berkesan membenarkan. Masyarakat dapat tertipu karena mendapat informasi yang tidak benar. Misalnya kebijakan seorang tokoh tidak tepat  bila dikaji secara ilmiah. Namun karena informasi yang diberikan berulang-ulang dan diekspos secara besar-besaran, masyarakat jadi terpengaruh.
3.       Bagi kepentingan Negara
Penyalahgunaan kebebasan pers dapat merugikan kepentingan negara, karena tulisan-tulisan yang kurang mempeertimbangkan kepentingan nasional. Hal semacam itu akan menimbulkan dampak antara lain :
  • Tingkat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang. Masyarakat menjadi apatis terhadap program pemerintah.
  • Kepercayaan luar negeri menjadi luntur. Akibatnya minat kerjasama, terutama kerjasama ekonomi, penanaman investasi, pemberian bantuan, pemberian pinjaman akan menurun.
  • Timbulnya pergesekan hubungan antara pers dengan institusi tertentu, yang menyebabkan renggangnya hubungan karena pemberitaan yang tidak seimbang. Misalnya, TNI  saat melakukan operasi militer menumpas GAM di Aceh.

Rabu, 01 Mei 2013

Hakikat Bangsa dan Unsur-Unsur Terbentuknya Negara

Hakikat Bangsa dan Unsur-Unsur Terbentuknya Negara Secara kodrati, manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk hidup dalam kebersamaan. Manusia adalah makhluk yang mencari kesempurnaan dirinya dalam tata hidup bersama. Manusia lahir, tumbuh, berkembang, dan menjadi insan dewasa bersama manusia lain. Hanya dalam lingkup tata hidup bersama kesempurnaan manusia akan menemukan pemenuhannya. Nilai kehidupan manusia hanya mungkin terjadi dalam hal kebersamaan dengan manusia lain. Makna nilai hidup bersama akan tertuang secara nyata jika manusia mengakui keberadaan sesamanya. Selain itu, perkembangan sebuah kepribadian akan mencapai pemenuhannya jika manusia mampu menerima kehadiran sesamanya. Dari hal inilah proses awal terbentuknya sebuah kelompok masyarakat yang dikenal dengan nama bangsa, mulai berlangsung.

1.  Hakikat Bangsa
Tidak ada rumusan ilmiah  yang bisa dirancang untuk  mengartikan istilah bangsa secara objektif. Akan tetapi, fenomena kebangsaan tetap ada hingga saat ini.  Lantas, apakah hakikat  dari  sebuah bangsa? Sebelumnya, Anda perlu mengetahui bahwa istilah bangsa, yaitu natie (nation). Artinya,  masyarakat yang diwujudkan bentuknya oleh sejarah yang memiliki  unsur yaitu adanya satu kesatuan bahasa, daerah, ekonomi, dan satu kesatuan jiwa serta unsur-unsur tersebut terlukis dalam kesatuan budaya.
a.   Pengertian Bangsa
Istilah natie (nation) atau bangsa mulai populer sekitar tahun 1835. Pada saat itu  istilah  bangsa mulai  sering diperdebatkan  dan dipertanyakan.  Hal  ini  menimbulkan  munculnya  berbagai teori tentang pengertian bangsa. Pengertian bangsa disampaikan oleh tokoh-tokoh  berikut.
1)   Lothrop Stoddard
Bangsa, nation, natie adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sejumlah orang yang  cukup  banyak, bahwa mereka merupakan suatu bangsa. Ia merupakan suatu perasaan memiliki secara bersama sebagai suatu bangsa.
2)   Otto Bauer
Suatu bangsa terbentuk karena adanya suatu persamaan, satu persatuan karakter, watak, di  mana karakter atau watak ini tumbuh  dan  lahir  serta terjadi  karena adanya persatuan pengalaman.
3)   Ernest Renan
Ia berpendapat bahwa kelompok yang membentuk suatu bangsa itu memiliki  kemauan untuk  berada dalam satu himpunan  (le desir d’etre ensemble).
4)   Ir. Soekarno
Bangsa adalah segerombolan manusia yang besar, keras ia mem- punyai  keinginan  bersatu, le desir d’etre  ensemble, keras ia mempunyai character gemeinschaft,  persamaan watak, tetapi yang hidup di atas satu wilayah  yang nyata satu unit.
Pengertian bangsa juga dapat dikaji  secara sosiologis dan antropologis, hukum,  serta politis.  Secara  sosiologis dan antropologis, bangsa diartikan sebagai persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri. Setiap  anggota  persekutuan
Secara hukum,  bangsa adalah rakyat (orang-orang) yang berada di  suatu masyarakat hukum  yang terorganisasi. Bangsa pada umumnya menempati wilayah tertentu, mempunyai bahasa tersendiri, sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama dalam pemerintahan yang berdaulat.
Bangsa dalam pengertian politis  adalah suatu masyarakat dalam daerah yang sama. Mereka tunduk  pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Jadi, bangsa dalam arti politis adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengaku serta tunduk  pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bangsa adalah orang- orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan  manusia yang terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi.
b.   Dasar Pembentukan Bangsa
Sebuah bangsa akan terbentuk  jika  terdapat  persamaan- persamaan yang menyatukan sebuah kelompok masyarakat. Sebuah bangsa pada zaman modern selalu mengacu pada empat persamaan sebagai berikut.
1)   Persamaan wilayah  tempat tinggal.
2)   Persamaan bahasa atau alat komunikasi  yang diterima  semua anggota.
3)   Persamaan kondisi  sosial ekonomi.
4)   Persamaan kondisi  sosial psikologis yang terbentuk pada masa proses pembentukan bangsa itu. Hal ini ditandai oleh represi atau tantangan bersama untuk  bertahan hidup.
Pada umumnya  bangsa terbentuk karena adanya faktor-faktor objektif tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain. Faktor- faktor tersebut adalah:
1)   kesamaan keturunan,
2)   wilayah,
3)   bahasa,
4)   adat istiadat,
5)   kesamaan politik,
6)   perasaan, dan
7)   agama.

Menurut  Ernest Renan dasar dari suatu paham kebangsaan yang menjadi bekal bagi berdirinya  suatu bangsa adalah suatu kejayaan bersama pada masa lampau. Kejayaan itu dimiliki orang-orang besar dan akibat memperoleh kemenangan, tetapi dapat juga karena penderitaan. Penderitaan itu  menimbulkan  kewajiban-kewajiban yang selanjutnya mendorong ke arah adanya usaha bersama.
Lebih lanjut  Ernest Renan mengatakan bahwa syarat mutlak adanya bangsa adalah plebisit. Plebisit adalah suatu hal yang memerlukan  persetujuan bersama pada waktu  sekarang, yang mengandung hasrat untuk  mau hidup  bersama dengan kesediaan memberikan pengorbanan-pengorbanan. Jika warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi eksistensi bangsanya, bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya  (Rustam E. Tamburaka, 1999:82).


Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada kesadaran moral (conscience morale). Teori ini dapat digolongkan pada Teori Kehendak. Menurut  teori Ernest Renan, jiwa, rasa, dan kehendak merupakan suatu faktor subjektif, tidak dapat diukur dengan faktor-faktor objektif. Faktor agama, bahasa, dan sejenisnya hanya dapat dianggap sebagai faktor pendorong dan bukan merupakan faktor pembentuk (consttuief element) dari sebuah bangsa. Oleh karena merupakan plebisit yang diulangi  terus-menerus, bangsa dan rasa kebangsaan tidak  dapat dibatasi secara teritorial.  Daerah suatu bangsa bukan merupakan sesuatu yang statis, akan tetapi dapat berubah-ubah secara dinamis, sesuai dengan jalan sejarah bangsa itu sendiri.

c.    Bangsa  dan Nasionalisme
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas  bersama, dan mempunyai  kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan sejarah. Bahkan bangsa umumnya  dianggap memiliki  asal-usul keturunan  yang sama. Konsep bahwa semua manusia dibagi menjadi kelompok-kelompok bangsa ini merupakan salah satu doktrin  paling berpengaruh dalam sejarah. Doktrin  ini merupakan doktrin  etika dan filsafat, dan menjadi  awal dari nasionalisme. Persatuan bahasa mempermudah  perkembangan nasionalisme tetapi tidak  mutlak  diperlukan  untuk  kebangkitan nasionalisme. Dalam hal nasionalisme, syarat yang mutlak dan utama adalah adanya kemauan dan tekad bersama.

2.  Unsur-Unsur Terbentuknya Negara
Suatu negara hanya ada karena adanya kemauan bersama. Kemauan bersama diperlukan  supaya semua daerah dari  satu negara akan mempunyai pengaruh dalam komunitas dunia. Negara diartikan  sebagai asosiasi terpenting dalam masyarakat. Negara didirikan untuk melindungi hak dan kewajiban manusia serta mengatur sistem hukum  dan politik.
Ada empat unsur yang berpengaruh dalam terbentuknya  suatu negara. Keempat unsur tersebut sebagai berikut.
a.   Keinginan untuk  mencapai kesatuan nasional. Di dalamnya termuat keseragaman sosial,  ekonomi,  politik,   agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.
b.   Keinginan untuk mencapai kemerdekaan nasional bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing.
c.   Keinginan akan kemandirian,  keunggulan, individualitas, keaslian atau kekhasan.
d.   Keinginan untuk  menonjol di antara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan pengaruh dan prestise.


Setiap negara memiliki  unsur-unsur  pembentuknya. Unsur-unsur negara berarti bagian-bagian terkecil yang membentuk negara. Unsur- unsur  negara tertuang dalam Konvensi  Montevideo  sebagai hasil konferensi antarnegara-negara Amerika  (Pan-Amerika) di Montevideo (ibu kota Uruguay) pada tahun 1933. Pada pasal 1 Konvensi Montevideo disebutkan bahwa negara sebagai bagian dari dunia internasional harus memiliki  syarat-syarat sebagai berikut.
a.   Penduduk yang tetap.
b.   Wilayah tertentu.
c.   Pemerintahan.
d.   Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Sebagai sebuah organisasi, negara memiliki  unsur-unsur yang tidak dimiliki oleh organisasi apa pun yang ada di dalam masyarakat. Secara umum,  unsur negara ada yang bersifat konstitutif dan ada pula yang bersifat deklaratif. Unsur konstitutif maksudnya unsur yang mutlak atau harus ada di  dalam suatu negara. Adapun  unsur  deklaratif  hanya menerangkan adanya negara.
Unsur-unsur negara yang bersifat konstitutif adalah harus ada rakyat, wilayah  tertentu, dan pemerintahan yang berdaulat. Adapun  unsur deklaratif adalah harus ada pengakuan dari negara lain. Unsur deklaratif ini penting sebagai wujud  kepercayaan negara lain untuk  mengadakan hubungan, baik hubungan bilateral maupun multilateral.
Unsur-unsur  terbentuknya negara akan diuraikan  lebih lanjut dalam pembahasan berikut.

a.   Rakyat
Suatu negara harus memiliki  rakyat yang tetap. Rakyat merupakan unsur terpenting dari terbentuknya negara. Rakyat menjadi pendukung utama keberadaan sebuah negara. Hal ini  karena rakyatlah yang merencanakan, mengendalikan, dan menyelenggarakan sebuah negara. Dalam hal ini  rakyat adalah semua orang yang berada di wilayah  suatu negara serta tunduk  pada kekuasaan negara tersebut.
Rakyat adalah semua orang yang menjadi penghuni suatu negara. Tanpa rakyat, mustahil negara akan terbentuk. Plato, seorang filsuf Yunani pernah mengatakan bahwa untuk membentuk sebuah negara, wilayah  tersebut membutuhkan  5040 penduduk.  Pendapat ini tentu saja tidak berlaku pada zaman modern ini. Hal ini karena semakin banyaknya jumlah populasi di setiap negara, terutama di Cina, India, Amerika Serikat, dan Indonesia yang memiliki  ratusan juta penduduk.
Rakyat terdiri  atas penduduk  dan bukan penduduk.  Penduduk adalah semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah  negara tertentu. Mereka yang ada dalam wilayah  suatu negara tetapi tidak bertujuan  menetap, tidak  dapat disebut penduduk. Misalnya, orang yang berkunjung untuk  wisata.
Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah mereka yang me- nurut  hukum  menjadi warga dari suatu negara. Kelompok yang tidak termasuk  warga  negara adalah orang asing atau disebut juga warna negara asing (WNA).

b.   Wilayah
Adanya  wilayah  merupakan suatu keharusan bagi negara. Wilayah adalah tempat bangsa atau rakyat suatu negara tinggal dan menetap. Wilayah yang dimaksud  dalam hal ini  meliputi  daratan, lautan, udara, ekstrateritorial,  dan batas wilayah  negara.Wilayah merupakan unsur kedua setelah rakyat. Dengan adanya wilayah yang didiami  oleh manusia, negara akan terbentuk. Jika wilayah  tersebut tidak  ditempati  secara permanen oleh manusia, mustahil  untuk membentuk suatu negara. Bangsa Yahudi misalnya, mereka tidak mendiami  suatu tempat secara permanen. Akibatnya,  mereka tidak memiliki  tanah yang jelas untuk didiami,  sehingga berupaya merebut wilayah  Palestina.
Wilayah memiliki  batas wilayah  tempat kekuasaan negara itu berlaku. Wilayah suatu negara sebagai berikut.
1) Wilayah daratan, meliputi  seluruh wilayah  daratan dengan batas- batas tertentu dengan negara lain.
2) Wilayah lautan, meliputi  seluruh perairan wilayah  laut dengan batas-batas yang ditentukan menurut hukum internasional. Batas- batas wilayah  laut sebagai berikut.
a) Batas laut teritorial, yaitu garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial  di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial  disebut laut teritorial.  Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
b) Batas zona bersebelahan, ditentukan  sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial,  atau 24 mil  laut jika diukur  dari garis lurus yang ditarik  dari pantai titik  terluar.
c) Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yaitu laut yang diukur  dari garis lurus yang ditarik  dari pantai titik  terluar sejauh 200 mil  laut. Di dalam wilayah  ini, negara yang bersangkutan memiliki  hak untuk  mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang ada di dalamnya. Akan tetapi, wilayah ini bebas untuk dilayari  oleh kapal-kapal asing yang sekadar melintasi saja.
d) Batas landas benua adalah wilayah  lautan suatu negara yang batasnya lebih dari 200 mil  laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di  atas landasan kontinen,  batas negara tersebut ditarik  sama jauh dari garis dasar masing- masing  negara. Dalam  wilayah  laut  ini  negara yang bersangkutan dapat mengelola dan memanfaatkan wilayah laut tetapi wajib membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
3) Wilayah udara atau dirgantara, meliputi  wilayah  di atas daratan dan lautan negara yang bersangkutan. Sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah meratifikasi  Konvensi Jenewa
1944. Berdasarkan  Konvensi Jenewa 1944, setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya. Dalam Konvensi Jenewa 1944 juga tidak dikenal adanya hak lintas damai. Dengan demikian tiap-tiap  negara me- miliki hak dan bertanggung jawab terhadap kedaulatan udara masing-masing. Dapat dibayangkan  betapa berat tugas dan tanggung jawab TNI  Angkatan Udara Indonesia, yang harus menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di udara.
Batas-batas suatu wilayah negara pada umumnya  ditentu- kan melalui traktat (treaty), yaitu perjanjian antara dua atau lebih dari dua negara yang ber- batasan. Dengan bantuan ilmu pengetahuan serta teknologi, misalnya pemotretan udara dan penggunaan citra satelit, batas- batas wilayah   negara dapat ditentukan  secara tepat. Selain itu, alam juga dapat membantu menentukan batas negara, misalnya dengan pegunungan, sungai, dan danau.

c. Pemerintahan  yang Berdaulat
Kedaulatan sangat diperlukan  bagi sebuah negara. Tanpa kedaulatan, sebuah negara tidak  akan berdiri  tegak. Negara tidak memiliki  kekuasaan untuk  mengatur rakyatnya  sendiri, terlebih mempertahankan diri  dari negara lain. Oleh karena itu, kedaulatan merupakan unsur penting berdirinya  negara. Jadi, pemerintah yang berdaulat berarti pemerintah yang mempunyai  kekuasaan penuh untuk  memerintah baik ke dalam maupun ke luar.
Kedaulatan ke dalam (intern) adalah kekuasaan tertinggi di dalam negara untuk mengatur fungsinya. Kedaulatan ke luar (ekstern) adalah kekuasaan negara untuk  mengadakan hubungan dengan negara- negara lain dan mempertahankan diri  dari serangan-serangan negara lain.
Kedaulatan suatu negara mempunyai empat sifat sebagai berikut.
1) Permanen. Artinya,  kedaulatan itu tetap ada pada negara selama negara itu  tetap ada (berdiri)  sekalipun mungkin  negara itu mengalami perubahan organisasinya.
2) Asli. Artinya,  kedaulatan itu  tidak  berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi, tetapi asli dari negara itu sendiri.
3) Bulat/tidak terbagi-bagi. Artinya,  kedaulatan itu merupakan satu- satunya kekuasaan yang tertinggi  dalam negara dan tidak dapat dibagi-bagi. Jadi, dalam negara hanya ada satu kedaulatan.
4) Tidak terbatas/absolut. Artinya,  kedaulatan itu tidak dibatasi oleh siapa pun sebab apabila bisa dibatasi berarti ciri kedaulatan yang merupakan kekuasaan tertinggi  akan hilang.

d.   Pengakuan dari Negara Lain
Pengakuan dari negara lain diperlukan  sebagai suatu pernyataan dalam hubungan internasional. Hal ini dilakukan  untuk  mencegah terjadinya ancaman dari dalam (kudeta) atau campur tangan negara lain. Selain itu, pengakuan dari negara lain diperlukan untuk menjalin hubungan terutama dalam bidang ekonomi, politik,  sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
Pengakuan dari  negara lain bukan merupakan suatu faktor mutlak  berdirinya  negara. Kita ambil contoh, negara Indonesia yang sudah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 baru diakui  oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Meskipun  demikian, pengakuan dari negara lain merupakan modal dasar bagi suatu negara yang bersangkutan untuk  diakui  sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Seorang sarjana hukum internasional berkebangsaan Belgia yang bernama De Visser, mengatakan bahwa pengakuan negara lain memenuhi  dua kebutuhan  sosial dalam kehidupan  bernegara.
Pertama, untuk   tidak  meng- asingkan suatu kumpulan manu- sia (negara) dalam hubungan internasional. Kedua, untuk men- jamin keberlangsungan hubung- an internasional  dengan jalan mencegah tindakan-tindakan yang merugikan, baik bagi kepentingan-kepentingan indi- vidu,  maupun  bagi hubungan antarbangsa.
Pengakuan dari negara lain ada dua macam sebagai berikut.
1)   Pengakuan  de Facto
Pengakuan de facto  adalah pengakuan menurut  kenyataan (fakta) yang ada. Pengakuan de facto  menurut  sifatnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pengakuan de facto yang bersifat tetap dan bersifat sementara.
a)   Pengakuan  de facto yang bersifat tetap adalah pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara hanya menimbulkan hubungan di lapangan perdagangan dan ekonomi (konsul). Adapun  untuk  tingkat duta belum dapat dilaksanakan.
b)   Pengakuan  de facto bersifat  sementara adalah pengakuan yang diberikan oleh negara lain dengan tidak  melihat jauh pada hari ke depan, apakah negara itu akan mati atau akan jalan terus. Apabila negara baru tersebut jatuh atau hancur, maka negara lain akan menarik kembali pengakuannya.
2)   Pengakuan de Jure
Pengakuan secara  de jure adalah pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala konsekuensi- nya. Menurut sifatnya, pengakuan secara  de jure dapat dibedakan sebagai berikut.
a)   Pengakuan   de jure bersifat tetap. Artinya,  pengakuan dari negara lain berlaku untuk  selama-lamanya setelah melihat kenyataan bahwa negara baru dalam  beberapa waktu lamanya menunjukkan  pemerintahan yang stabil.
b)   Pengakuan  de jure bersifat penuh. Artinya,  terjadi hubungan antara negara yang mengakui dan diakui,  yang meliputi hubungan dagang, ekonomi, dan diplomatik.

Pada kenyataannya, setiap negara mempunyai  pandangan yang berbeda mengenai pengakuan de facto dan de jure. Misalnya, Indonesia memandang pengakuan dari negara lain hanya merupakan unsur deklaratif.  Meskipun  negara Republik Indonesia belum ada yang mengakui pada saat kemerdekaannya, Indonesia tetap berdiri sebagai negara baru dengan hak dan martabat yang sama dengan negara lain. Negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan baru diakui  oleh negara lain beberapa tahun kemudian (Mesir tahun 1947, Belanda tahun 1949, dan PBB tahun 1950). yang hidup  merasa satu kesatu- an ras, bahasa, agama, dan adat istiadat.